Sunday, 29 March 2015
Belajar Langsung dari Orang Jepang
Friday, 27 March 2015
His Home
"Besok ada kuliah jam berapa?"
"Mmm.. Paling jam 11 Ma, bimbingan doang. Tapi nggaktau sih temen Fitri belum bales juga, biasanya berduaan janjiannya"
"Oh, siang banget dong. Yaudah sana mandi, Fit. Pulang besok kan"
"Hehehe hehehe. Sebenernya jenuh juga sih Ma di kosan terus"
His mom.
Yang walaupun nggak akan bicara dengan intonasi keraton, tapi selalu membukakan pintu pagar dengan senyuman. Selalu menanyakan sudah solat atau belum, menyuruh mandi ketika maghrib tiba sembari menyodorkan handuk bersih, dan menaruh sepasang baju kepunyaan anak perempuannya untuk gue pakai seusai mandi dengan tak lupa menanyakan apakah baju tersebut muat atau tidak di gue (yang tentu saja selalu kebesaran). Bertukar cerita sambil makan malam duduk di lantai. Sesekali tertawa kelewat geli, atau khusyuk bercerita tentang masa lampau
Pagi-pagi menyiapkan teh hangat yang gulanya belum dituang, mengobrol di depan televisi sampai jam sembilan. Memasakkan makan siang bila sempat, melarang pulang bila hujan, dan melambaikan tangan ketika motor yg dikendarai anaknya bergerak maju menuju stasiun. With me on the backside.
And his little sister, yang akan menanggapi ocehan gue dengan "oiyaaa?". Lalu tidur belakangan karena masih menonton bioskop malam di tv.
His home. Yang tak pernah gagal membuat gue tenang.
Usia, Kesempatan dan Pilihan
Mungkin memang usia early 20's seperti gue sekarang adalah masa masa paling "rawan". Kalo usia dibawah 20 adalah masa dimana seseorang belum memikirkan sebab akibat akan sesuatu, belum sadar akan resiko, maka di early 20's ini justru lagi sadar-sadarnya sama resiko, itung-itungan atau apalah namanya. Tapi celakanya, makhluk Tuhan di usia ini terlalu ribet mikirin itungan itu sampe ga jadi jadi ambil keputusan, yang sayangnya terkait masa depannya sendiri *ngomong sama kaca, ya kan Ca?*
Masa-masa peralihan. Istilahnya tuh bakal ada beberapa keluaran yang mungkin: ada yg ga sukses move on dari masa remajanya, ada yang setengah mati maksa biar bisa jadi dewasa, ada yang sukses jadi dewasa dan ada juga yang pasrah sama keadaan. Let it flow aja brow.
Tepat seperti yang sedang gue rasakan sekarang. Antara karena memang terlalu jenuh akan rutinitas selama 4 tahun belakangan ini, terlalu bengah mengingat tanggung jawab yang tak kunjung usai, or simply karena memang gue pengecut bahkan untuk menghadapi my own future.
Di satu sisi gue ingin segera menyelesaikan apa yang sudah gue mulai 4 tahun lalu *yang juga gue mulai dengan susah payah* yang kalau diibaratkan tuh seperti cepirit yang udah tinggal ampasnya doang, dikit, tapi tetep aja masih nyisa dan baunya gak ketulungan. Ya, lulus lalu bekerja sebisanya dan sepahamnya, ngumpulin uang sedikit demi sedikit sampe cape, baru mikirin kehidupan selanjutnya. Hambar. Ya, layaknya orang normal aja gitu.
Sisi lain dari diri gue terus menyemangati diri sendiri untuk menyelesaikan hal kedua yang sudah gue mulai setahun yang lalu. Gile bok, tinggal setengahnya lagi. Gitu kalo kata orang-orang. Sehingga kalimatnya akan menjadi menyelesaikan keduanya dengan bahagia. Lalu kabur ke Jepang, ke Australia, ke Belanda kemanalah. Cari selain rupiah atau kuliah lagi pake beasiswa. Meres otak lagi, jadi peneliti kece, pulang ke Indonesia dengan superbangga. Edisi orang jenius.
Sisi yang lain, cuma pengen nemuin sesosok laki-laki yang mengayomi, yang bener-bener bisa nemenin, pulang ke rumah yang sama setelah ketawa-tiwi seharian, ngetawain kebodohan hari itu. Punya anak tiga yang ngences sana sini, nunggu suami pulang dari KRL pepes, tidur dengan genteng bocor, lauk di meja makan cuma tempe goreng, tapi hati bahagia. Tentram. Nyaman. Nggak butuh apa-apa lagi.
Tapi satu sudut hati yang lain, cuma pengen kabur bawa seluruh duit yang dipunya, pergi tanpa tujuan pasti, ke belantara pedalaman dan pulang tiga bulan kemudian dengan uang recehan, muka dekil dan hitam, tapi membawa pulang hati yang hangat. Hangat karena membuat orang lain bahagia dengan "tindakan super sederhana" kita.
Belum dewasakah gue? Ya. Pasti
Friday, 20 March 2015
Bukan Sekadar Belajar Bahasa
- ujian dasar hiragana dan katanaka (2 kali)
- ujian tenses (3 kali)
- ujian kanji (3 kali)
Saturday, 14 March 2015
Blue Sky Collapse
As I walk to the end of the line
I wonder if I should look back
To all of the things that were said and done
I think we should talk it over
Then I noticed the sign on your back
It boldly says try to walk away
I go on pretending I'll be ok
This morning it hits me hard that
Still everyday I think about you
I know for a fact that's not your problem
But if you change your mind you'll find me
Hanging on to the place
Where the big blue sky collapse
As I stare at the wall in this room
The cracks they resemble your shadow
When everyday I see time goes by
In my head everything stood still
I'm waiting for things to unfreeze
Till you release me from the ice block
It's been floating for ages washed up by the sea
And it's drowning, thought you should know that
You see people are trying
To find their way back home
So I'll find my way to you
"Its not the kind of sadness where you cry all the time, but more like the sadness that overwhelms your entire body. It leaves your heart aching and your stomach empty. It makes you feel weak and tired, yet you can't sleep 'cause even the sadness is in your dreams too. Its almost like a sadness you can't escape."
Saturday, 7 March 2015
Lagi
Selamat tanggal 7 ke 43 :)
Mudah-mudahan Allah meridhoi kita menjadi pasangan dunia akhirat yg bisa saling melengkapi, menyempurnakan sebagian agama kita :)
Mudah-mudahan insya Allah diluruskan niat dan disegerakan, dibukakan jalan tuk menjadi keluarga, bisa berkumpul bersama tak terpisah jarak lagi :) aamiin ya Rabbal alaamiin
Terimakasih selalu mempercayaiku, terimakasih mengajariku tuk percaya, kamu selalu tau aku mau ngomong apa lagi :)