Oiya, rupanya, di kelas kita tidak diinstruksikan untuk memanggil pengajar dengan sebutan "sensei" melaikan hanya memanggil nama dan tentu saja ditambah san dibelakangnya. Rupanya, untuk di jepang sendiri, sensei lebih mengacu pada guru formal dan dokter atau yang memiliki keahlian khusus lain.
Guru yang mengajar kami sehari-hari ada dua
orang yang bergantian masing-masing sekitar 1 setengah jam. Felix san, mungkin
umurnya hanya beberapa tahun diatas kita. Konon katanya sudah 6 tahun terakhir
di Jepang untuk sekolah dan bekerja, tapi rumah sih bogor. Jadilah beliau ini
yang ngajarin tenses kita, mungkin karena kemampuan bahasa beliau imbang,
Indonesia dan Jepang.
Yang kedua yaitu Sakamaki san, beliau ini kelihatannya
sudah lebih dewasa. Asli Jepang, ngekos di Kutek, sisanya enggak tau lagi
karena nggak berani nanya. Takut bo, kan orang luar pasti nggak kaya orang
Indonesia yang bisa kita tanya seenak udel. Beliau ini bahasa Indonesianya
masih campur-campur alias nggak begitu lancar, tapi udah lumayan bagus buat
orang asing, jadilah beliau yang menjadi pendamping kami terkait
latihan-latihan, intinya yang nggak perlu bahasa Indonesia terlalu panjang. Nah
dari beliau inilah gue bisa melihat “etos-etos” kerja dan berkehidupannya orang
Jepang.
·
Amat tepat waktu
Beberapa kali gue melihat contoh langsung dari hal ini. Beliau akan
datang pada jamnya seharusnya datang dengan tepat tanpa terlambat semenit pun.
Kalo kecepetan sih, sering. Pernah suatu kali, jam mengajar Felix san sudah
habis, tapi Felix san masih di dalam kelas dan terus mengajar. Sakamaki san
hajar aja tuh masuk kelas dan “negor” felix san. Felix san merasa jamnya belum
habis. “Berantem” lah mereka soal sekarang jam berapa. Rupanya jam tangan felix
san yang kelambatan. Hahahaha. Coba kalo di Indonesia, ngeliat guru sebelumnya
masih asyik ngajar pasti (ya kebanyakan lah) guru setelahnya bakalan diem aja
malah asik jamnya molor berarti waktu kerjanya berkurang. Hehehe
·
Kerja dengan sistematis
Sistem yang diberikan untuk sesi latihan ini nggak melulu dengan ngisi
soal dibuku, tapi juga dengan latihan tanya jawab dengan teman, mengulang
kosakata dengan gambar, mengulang membuat kalimat secara langsung, mengulang
membaca kanji, bahkan dengan main game. Dengan berbagai jenis latihan itu,
semua bisa dipenuhi dalam waktu yang telah ditentukan, 1 jam 30 menit, setiap
sesi jenis latihan sudah dirinci berapa menit menitnya. Nggak ada yang
ketinggalan atau “sisanya besok ajadeh” atau “belum buuuuu” kaya kita biasanya.
·
Konsisten pada peraturan
Kondisi pintu kelas kami memang udah nggak bisa ditutup terlalu rapat
lagi. Sakamaki san memang pernah bilang, semua yang masuk harus menutup pintu
kembali. Suatu saat, di tengah pelajaran, pintu terbuka. Sakamaki san menyuruh
untuk menutup. Refleks yang paling deket sama pintu bangun dong untuk nutup,
lalu Sakamaki san melarang dan bilang, harus ngaku siapa yang terakhir masuk
dan dia pulalah yang harus menutupnya (padahal emang karena kebuka sendiri).
Wow. Sejak saat itu, kita selalu ganjel pintu dengan kursi biar nggak salah
paham lagi.
Pernah juga di awal awal ada yang kena tegur karena ngeliat kebawah terus
yang rupanya ada hp, beliau bilang lihat sedikit nggak apa apa, tapi kalau
terus-terusan jangan. Bahkan beliau bilang gini “Kalau di Jepang nggak boleh
menggunakan HP saat belajar di kelas, semua dimatikan, disini nggak ya?” Jleb.
·
Jujur & ulet
Setiap latihan, akan datang masa dimana nama kita dipanggil bergantian
untuk menjawab soal. Kalau emang kita nggak bisa, dia akan menginstruksikan “ya
coba dibantu” supaya teman yang lain memberikan jawaban yang benar. Tapi jangan
harap ketika ujian bisa begitu. Setiap minggu, kita dirandom untuk maju
menampilkan hafalan kaiwa (percakapan) sekitar 5-10 kalimat perorang. Ketika
ada yang lupa lalu pasangan kaiwanya membisikkan bantuan, akan langsung ditegur
oleh beliau. Jadi, kita harus nunggu aba-aba untuk membantu atau nggak. Begitu
pula saat ujian, jangan harap bisa tanya-tanya teman.
·
Menjalankan tugas dengan sepenuh hati
Nggak ada tuh ceritanya beliau keliatan nggak semangat atau males-malesan
ngajar. Selalu all out. Keliling-keliling meriksain tulisan kanji kita,
dengerin latihan percakapan kita dan lain-lain. Ada suatu waktu, salah satu
teman membawa 2 loyang kue dan memang menyisakan untuk Sakamaki san, beliau
yang memang sudah jamnya masuk sedang menaruh tas di meja guru. Teman tadi
kemudian menghampiri dan menawarkan kue tadi. Kemudian beliau menolak dengan
sopan dan mengatakan “nanti saja” wow lagi! Beliau tau itu sudah jam mengajar
dan nggak ada alasan buat dia buat makan. Kalo di kita, makan kue sampe
setengah jam juga gakpapa deh. Hahahahha
Yak,
itu tadi beberapa hal positif yang gue notice yang bisa gue pelajari langsung
dari orang Jepangnya asli. Buat gue sendiri jujur hal itu susaaaaah banget buat
diterapin di sini. Jadi, sudah siapkah anda untuk hidup/bekerja/sekolah di
Jepang? :D
mbak, mau nanya nih ttg program ini, bisa kontak kemana ya?
ReplyDeleteHalo bisa kontak ke email di profil blogger aku yah 😊
Delete