Wednesday 17 December 2014

Cerita Panjang Tentang Travelmate

"Kenapa sih jalannya sama pacar terus nggak sama yang lain? Emang nggak bosen?"
"Ah lu mah kalo jalan sama pacar lu terus nggak pernah ngajak gue"

Nggak sekali dua kali gue denger kalimat itu dari orang-orang. Mempertanyakan kenapa gue pergi sama dia terus, bukan yang lain. Sebenernya gue pengen mengulas, yang salah tuh di gue atau di orang lain itu?

Tipikal jalan orang pasti berbeda-beda. Ada yang lebih suka jalan bergerombol bersama temen se geng. Ada yang sukanya pergi dengan kelompok kecil, let say, dua tiga orang. Ada juga yang lebih nyaman dengan bepergian seorang diri, alias solo travel. Tempat yang dituju pun berbeda-beda, ada yang lebih suka ke tempat yang banyak mall atau shopping center. Ada yang lebih suka ke tempat ekstrim, wisata alam, naik gunung dan nyebur ke laut. Ada yang nyaman keliling berjam jam di galeri seni. Ada yang bahagia banget kalo bisa hopping dari satu konser ke konser yang lain, ngejar artis itu manggung dari satu kota ke kota lain.

Gimana dengan gue? Gue sendiri lebih nyaman dengan kelompok kecil dalam bepergian, ya maksimal 4 orang lah. Menurut gue, bepergian dalam kelompok cukup besar hanya akan membuat segala sesuatunya menjadi chaos karena banyaknya kepala yang tentu aja punya banyak keinginan yang berbeda. Tapi bukan berarti gue nggak pernah pergi berkelompok besar lho. Gue pernah jalan ber 6 bersama sahabat-sahabat wanita wanita kapal, ngegembel ke Lampung alias ke runah gue. Dan seru-seru aja tuh, mungkin karena memang kita sudah kenal cukup lama jadi udah tau sela selanya. Ada juga cerita-cerita lain perjalanan gue dalam kelompok yang lebih besar.

Gue paling nggak bisa pergi sendiri. Menurut gue, semua keindahan, kesenangan dan kesusahan yang gue dapatkan saat jalan itu harus dibagi ke orang lain, saat itu juga. Gue nggak bisa takjub ngeliat sesuatu tapi gue hanya berteriak dalam hati atau hanya mengekspresikannya lewat postingan di instagram. Gue amat membutuhkan orang lain untuk sekadar "Waaah gila ini bagus banget ya, kaya dimana gitu nggak sih?" Atau "iihh ya ampun kita beruntung banget bisa kesini, besok2 harus kesini lagi, banyak yang belom kesampean!!" Atau "Duh capek yah ternyata.. Jauh.. Tapi dikit lagi kan ya?" Ya seperti itulah. Dengan berbagi sama travelmate bakalan membuat keindahan itu jadi dua kali lipat dan kesusahan saat jalan jadi terbagi dua. Sekali lagi, ini menurut gue aja ya, no offense, buat orang lain pastilah bakalan berbeda, jadi sudah seharusnya kita saling menghargai aja.

Balik lagi soal travelmate. Ada beberapa pertimbangan soal "pemilihan travelmate". Gue pribadi nggak masalah jalan sama temen atau pacar. Pun ketika sudah diperjalanan, dia tidak lagi menjadi pacar gue tapi statusnya berubah jadi travelmate, teman atau jodoh jalan. Dan salah satu hal yang amat penting yang jadi pertimbangan adalah: fleksibilitas.

Karena selama ini gue jalan mostly pake tiket promo, fleksibilitas ini amat penting. Dan so far, dia memenuhi kriteria fleksibilitas itu. Tahan banting. Selain itu, dari segi selera juga kita lumayan cocok. Wisata alam memang suka tapi dengan kadar yang cukup, wisata mall sedikit dan seperlunya aja, betah lama-lama di museum atau tempat lain yang bisa jadi kebanyakan orang pikir membosankan.

"Ada tiket nih gini gini gini tanggal sekian kesini segini" "Oke" itulah biasanya percakapan yang terjadi di antara kami.
Nah, "oke" itu yang jadi poinnya. Banyak orang yang bilang mau jalan, kepengen jalan, kepengen kesana kemari. Tapi masih terlalu banyak tapinya. Tapi jadwalnya gue mau yang tanggal segini. Tapi kalo tanggal segitu gue ada ini itu nggak bisa ditinggal. Tapi gue maunya ke kota ini bukan kota itu. Tapi gue belum punya uang nih. Tapi gue takut nih gimana kalo gini gitu gini.

Nah, walaupun gue sendiri punya segudang kekurangan, tapi gimana bisa gue nyocokin sama orang yang masih banyak tapinya? Padahal, sebenernya tapi tapi itu kita sendiri lho yang ngebikin-bikin. Gue (dan dia) sendiri termasuk orang yang cukup "maksain". Berusaha ngilangin semua tapi-tapi itu sebisa mungkin, hingga akhirnya bisa berujung manis dengan perjalanan penuh makna dan cerita (gila).

Jadi, udah agak ngerti dengan prinsip "oke" tadi? Gue ga cuma jalan sama pacar gue aja, kok. Gue juga fleksibel jalan sama sahabat gue berdua doang, karena itu tadi, karena "oke" nya udah pas dan udah cocok. 3 hari ngegembel di bandung tidur di McD, travelmate gue adalah Eni. 4 hari kaya anak ilang di singapur, travelmate gue adalah Lina, sampe ganti-gantian pake sepatu dan sandal masing-masing saking capenya jalan. Ngablu ke bogor, travelmate gue adalah Dwika yang hobinya foto ganteng buat stok upload di instagram. Dan lain lain dan lain lain

Intinya, pergilah sama orang yang tepat disaat yang tepat. Temukan travelmate travelmate lo. Selalu jujur dan berusaha jelasin tentang diri lo ke calon travelmate lo. Teman yang sudah pernah kenal sebelumnya bisa jadi pilihan yang lebih baik, minimal nggak dari nol banget alias clueless, ini gue jalan sama siapa? Tapi buat yang berjiwa adventurer boleh lho jalan sama orang yang ditemuin di tengah jalan asalkan harus tetap waspada soal keamanan, ya!

Saling berusaha ngerti satu sama lain dan diskusi tentang tujuan, durasi dan budgeting amat penting. Jangan sampe karena nggak enak nagih uang yang seharusnya sharing cost, lo malah jadi nggak bisa makan sebulan ke depan. Dan jalan sama orang yang terlalu banyak ngeluh mungkin bisa dijadiin opsi paling belakangan. Dalam perjalanan, pasti bakal terjadi percikan percikan emosi, selisih paham, dan nggak mulus 100%, tapi selama porsinya wajar, justru itulah yang akan menjadi bumbu sedap bagi cerita perjalanan kita dan harus selalu ingin tujuan awal jalan bareng tuh apa: susah senang bersama!

Selamat menemukan travelmate!

No comments:

Post a Comment