Satu
malam lagi ku lewati bersamamu. Kata orang sih, malam minggu. Tapi
buatku, semua malam dengan kamu itu malam minggu. Seperti pagi tak akan datang
menjemput, mungkin?
Begitu
nyaman. Dengan obrolan penghangat dingin malamku.
Kadang
aku bertanya, kau tak punya pekerjaan lain ya? Kau selalu ulangi hal yang
itu-itu saja: Membuatku terlelap, dengan sesungging senyuman
Kau tahu?
Aku seperti merasakan wangi tubuhmu. Seperti berada di balik punggungmu.
Meskipun
ternyata hanyalah rangkaian huruf pelepas rindu. Tapi aku suka, aku suka
seperti ini.
Disana
kau pun tersenyum juga kan? :)
---
Mungkin banyak yang sepikiran
dengan gue, gue bukanlah seseorang yang pandai, bisa menulis, dan biasa menulis
misal tulisan ilmiah, puisi apalagi politik; meskipun sebenernya gue suka. Suka
untuk menjadi penulis dan pembaca sekaligus, bagi diri gue sendiri. Gue sering
sekali menulis dalam otak gue. Rangkaian kata dan diksi sambung menyambung
menjadi satu, lancar bagai jalan tol yang baru diresmiin dan masuk headline
koran. Tapi ya itu, habis ditulis diotak (sembari gue baca di otak juga) ya
selesai. Gak konkret? Memang. Huahaha I
think most of us do the same thing.
Kalaupun ada tulisan gue yang
dibaca oranglain pastilah itu rangkaian kata-kata gue yang bakal endup into my bf inboxes; email or mobile
phone also his window chat. I can write like numbers of pages hahaha
bersyukurlah dia selalu sabar akan hal itu.
I used
to write scientific writings in my senior high school, but once (or twice) I
won the competition and got the trophy, I simply did nothing else hahaha.
Oh iya ada satu lagi kemungkinan secuil tulisan gue dibaca orang lain yaitu di
buku yang diterbitin secara independen sama NGO Oxfam dan Hivos regional Asia
Tenggara, “Dari Desa untuk Kita: Catatan Anak Muda tentang 5 Desa” Yeah I was too lucky at that time.
Namun entah kenapa malam ini gue
tergerak untuk sedikit mengobrak-abrik diksi-diksi kecil yang pernah gue tulis
dan gue post di blog untuk my bf,
contohnya yang di atas tadi. Gue juga bingung kenapa bisa sampe nulis begitu,
dan ga cuma satu, rupanya ada lumayan banyak :)
Terlintas sesuatu di pikiran gue,
“How I meet him”
---
Dibawah pepohonan rindang di depan perpustakaan, gue bertemu
dengannya untuk kali pertama. Jabat tangannya begitu erat sambil melafalkan
nama
“Fatah”
“Fitri”
Setelah itu, gue lupa adegan
selanjutnya. Yang gue inget dia senyum-senyum ke gue, yah mungkin seneng karena
dijodoh-jodohin. Sejujurnya gue bingung apa yang membuat dia tergerak untuk directly menemui gue saat itu. I bet my photos on social media weren’t that
good, dan pribadi gue cukup biasa-biasa aja saat gue balas chat dia. Like yea, I didn’t expect too much.
Ternyata yang terjadi berbeda.
Pasar malam di parkiran stasiun Tanjung Barat
jadi saksi kencan pertama. Kencan malu-malu dengan permen kapas merah muda.
Mirip-mirip roman picisannya anak muda beranjak remaja, tapi begitulah adanya.
Gue dan dia yang kebetulan sama-sama pake baju putih senyum tipis-tipis sambil
mencuri pandang. Wow dia tinggi banget, pikir gue. Gue sendiri sampe sekarang nggak
tau apa yang sejujurnya ada dipikiran dia saat itu, mungkin dia mikir “Gile ni
anak, ospek aja belum becus udah pacaran aje ama anak orang” Huahaha.
Apakah gue jatuh cinta pada
pandangan pertama? Bahkan gue lupa wajahnya setelah kencan itu. Gue harus
intip-intip social medianya sambil
mengingat-ingat sudut kemiringan hidungnya, arc tangen senyumannya dan jumlah
helai rambutnya. Oke, gue bercanda hahaha tapi gue serius soal lupa tampangnya.
Lalu apa yang membuat gue jatuh
cinta?
Pertanyaan yang hingga sekitar
1200 hari kemudian belum bisa dengan lantang gue jawab. Cerita ini tentu bukan
cerita ecek-ecek yang tanpa kendala dan udah ketauan endingnya. Gue jadi keinget suatu quotes, “Bisa jadi orang lain memiliki masalah yang jauh lebih
pelik daripada kita, hanya saja dia tidak mengeluh” Thats it! Biarlah duka-duka itu kita simpan berdua, perjalanan kami
memang nggak selalu lurus, tapi worth untuk
diperjuangkan ketimbang terus-terusan hanya jadi drama queen berharap orang lain peduli dan sibuk mengumbar hal yang
bisa jadi orang lain sudah muak untuk melihatnya.
Jadi, apa yang membuat dia jatuh
cinta?
---
“Untuk apa jauh-jauh
lagi mencari, sementara dalam dirimu saja aku sudah menemukan alasan untuk
hidup: bahagia bersamamu. Ini sudah benar dari awal, aku mencintaimu tanpa
tanda tanya”
Penggalan syair Moammar Emka dalam buku Dear You, pada
halaman yang tak sengaja terbuka.
No comments:
Post a Comment