Wednesday 3 December 2014

How I Meet Him



Satu malam lagi ku lewati bersamamu. Kata orang sih, malam minggu. Tapi buatku, semua malam dengan kamu itu malam minggu. Seperti pagi tak akan datang menjemput, mungkin?
Begitu nyaman. Dengan obrolan penghangat dingin malamku.

Kadang aku bertanya, kau tak punya pekerjaan lain ya? Kau selalu ulangi hal yang itu-itu saja: Membuatku terlelap, dengan sesungging senyuman
Kau tahu? Aku seperti merasakan wangi tubuhmu. Seperti berada di balik punggungmu.

Meskipun ternyata hanyalah rangkaian huruf pelepas rindu. Tapi aku suka, aku suka seperti ini.

Disana kau pun tersenyum juga kan? :)

---

Mungkin banyak yang sepikiran dengan gue, gue bukanlah seseorang yang pandai, bisa menulis, dan biasa menulis misal tulisan ilmiah, puisi apalagi politik; meskipun sebenernya gue suka. Suka untuk menjadi penulis dan pembaca sekaligus, bagi diri gue sendiri. Gue sering sekali menulis dalam otak gue. Rangkaian kata dan diksi sambung menyambung menjadi satu, lancar bagai jalan tol yang baru diresmiin dan masuk headline koran. Tapi ya itu, habis ditulis diotak (sembari gue baca di otak juga) ya selesai. Gak konkret? Memang. Huahaha I think most of us do the same thing.

Kalaupun ada tulisan gue yang dibaca oranglain pastilah itu rangkaian kata-kata gue yang bakal endup into my bf inboxes; email or mobile phone also his window chat. I can write like numbers of pages hahaha bersyukurlah dia selalu sabar akan hal itu.

 I used to write scientific writings in my senior high school, but once (or twice) I won the competition and got the trophy, I simply did nothing else hahaha. Oh iya ada satu lagi kemungkinan secuil tulisan gue dibaca orang lain yaitu di buku yang diterbitin secara independen sama NGO Oxfam dan Hivos regional Asia Tenggara, “Dari Desa untuk Kita: Catatan Anak Muda tentang 5 Desa” Yeah I was too lucky at that time.

Namun entah kenapa malam ini gue tergerak untuk sedikit mengobrak-abrik diksi-diksi kecil yang pernah gue tulis dan gue post di blog untuk my bf, contohnya yang di atas tadi. Gue juga bingung kenapa bisa sampe nulis begitu, dan ga cuma satu, rupanya ada lumayan banyak :)

Terlintas sesuatu di pikiran gue, “How I meet him”
---
Dibawah pepohonan rindang di depan perpustakaan, gue bertemu dengannya untuk kali pertama. Jabat tangannya begitu erat sambil melafalkan nama
“Fatah”
“Fitri”

Setelah itu, gue lupa adegan selanjutnya. Yang gue inget dia senyum-senyum ke gue, yah mungkin seneng karena dijodoh-jodohin. Sejujurnya gue bingung apa yang membuat dia tergerak untuk directly menemui gue saat itu. I bet my photos on social media weren’t that good, dan pribadi gue cukup biasa-biasa aja saat gue balas chat dia. Like yea, I didn’t expect too much.

Ternyata yang terjadi berbeda.

Pasar malam di parkiran stasiun Tanjung Barat jadi saksi kencan pertama. Kencan malu-malu dengan permen kapas merah muda. Mirip-mirip roman picisannya anak muda beranjak remaja, tapi begitulah adanya. Gue dan dia yang kebetulan sama-sama pake baju putih senyum tipis-tipis sambil mencuri pandang. Wow dia tinggi banget, pikir gue. Gue sendiri sampe sekarang nggak tau apa yang sejujurnya ada dipikiran dia saat itu, mungkin dia mikir “Gile ni anak, ospek aja belum becus udah pacaran aje ama anak orang” Huahaha. 

Apakah gue jatuh cinta pada pandangan pertama? Bahkan gue lupa wajahnya setelah kencan itu. Gue harus intip-intip social medianya sambil mengingat-ingat sudut kemiringan hidungnya, arc tangen senyumannya dan jumlah helai rambutnya. Oke, gue bercanda hahaha tapi gue serius soal lupa tampangnya. 

Lalu apa yang membuat gue jatuh cinta?

Pertanyaan yang hingga sekitar 1200 hari kemudian belum bisa dengan lantang gue jawab. Cerita ini tentu bukan cerita ecek-ecek yang tanpa kendala dan udah ketauan endingnya. Gue jadi keinget suatu quotes, “Bisa jadi orang lain memiliki masalah yang jauh lebih pelik daripada kita, hanya saja dia tidak mengeluh” Thats it! Biarlah duka-duka itu kita simpan berdua, perjalanan kami memang nggak selalu lurus, tapi worth untuk diperjuangkan ketimbang terus-terusan hanya jadi drama queen berharap orang lain peduli dan sibuk mengumbar hal yang bisa jadi orang lain sudah muak untuk melihatnya. 

Jadi, apa yang membuat dia jatuh cinta?

---

“Untuk apa jauh-jauh lagi mencari, sementara dalam dirimu saja aku sudah menemukan alasan untuk hidup: bahagia bersamamu. Ini sudah benar dari awal, aku mencintaimu tanpa tanda tanya”
Penggalan syair Moammar Emka dalam buku Dear You, pada halaman yang tak sengaja terbuka.




No comments:

Post a Comment