Saturday 6 December 2014

Through the Ups and Downs

Rampung mengedit dan menambahkan bumbu-bumbu di tulisan Fatah tentang pengalaman dan tips trik traveling naik kapal laut membuat gue jadi teringat akan suka duka selama perjalanan laut 3 hari 2 malam dari Makassar menuju Jakarta via Surabaya. Waktu itu adalah trip jauh pertama gue bersama Fatah sekaligus pertama kali gue menginjakkan kaki di pulau Sulawesi. Saking excitednya tanpa pikir panjang gue mengiyakan tawaran Fatah untuk pulang ke Jakarta naik kapal laut.

Sebenernya segala sesuatunya masih dalam batas yang bisa di tolerir, makanan, tempat istirahat, bahkan tempat bebersih diri. Namun karena itu adalah pengalaman pertama gue, gue sedikit kelimpungan juga. Pusing alias mabuk perjalanan pun tak ayal gue rasakan. Juga nggak nafsu makan pun tak bisa gue elakkan. Bukannya gue pemilih, hanya saja makan dengan lauk yang sudah bisa ditebak apa dan rasanya cenderung hambar sungguh nggak bisa membuat gue selera. Di satu kesempatan makan, gue hanya memakan lauk dan sedikit nasi saja. Fatah yang nggak tega akhirnya menghabiskan sisa nasi gue hanya dengan lauk sambal, bener-bener habis ga bersisa. Dia juga dengan sabar membuatkan gue susu hangat dan energen subuh-subuh waktu gue bangun, menyuruh gue lekas mandi sebelum antrian kamar mandi mengular dan ketika gue kembali sudah ada mie rebus hangat tersaji. Semua dia lakuin semata-mata hanya untuk membuat gue merasa lebih nyaman. Duh malu-maluin banget ya gue, ngerepotin banget udah kaya putri raja aja.

Gue jadi terpikir, kayanya memang kita baru bakalan tau ketulusan seseorang disaat-saat sulit kita, bukan hanya saat kita bahagia. Memang disaat gue travelling bareng gue sering ngerasa kita klop dan seneng banget bisa seru-seruan bareng. Tapi sebenernya justru yang jadi intinya adalah disaat susah misal saat di kapal itu. Partner kita masih bisa dengan sabar mendampingi kita disaat terburuk kita bisa jadi adalah ungkapan rasa sayang yang sesungguhnya.

Ini nggak cuma berlaku dalam hal hubungan dua anak manusia beda gender. Pernah nggak kalian merasa punya temen yang disaat kita seneng dia selalu nempel, tapi disaat kita sedih dia kemana tau hilang ditelan bumi. Atau ada juga temen kita disaat dia butuh pertolongan langsung ngejer kita kaya mau nagih utang tapi disaat gantian kita yang butuh pertolongan dia pura-pura nggak denger.

Ya, dalam pertemanan juga gitu. Kita baru bisa ngerasain mana yang beneran temen kita disaat kita jatuh, disaat kita lemah, disaat kita membutuhkan pertolongan. Bukan berarti gue pendukung tipikal orang yang pilih-pilih teman lho ya. Tapi maksud gue disini adalah, ada saatnya kita harus membuka mata dan menyadari mana teman yang baik untuk kita dan mana yang bukan. Gue sendiri pernah mendengar kutipan dari sesorang, kurang lebih "Orang lain akan merasa dekat kepada kita saat mereka menolong kita". Mungkin selama ini kita berpikir sebaliknya, kita sebagai orang yang ditolong yang akan merasa dekat. Namun setelah ditelaah, memang benar, ketika kita menolong seseorang kita merasa dekat dengan orang itu. Akhir kata, hiduplah di lingkungan yang memberikan efek positif bagi dirimu, yang rela untuk mendampingi kita disaat tersulit kita, dan jangan lupa untuk melakukan hal yang sama :)

P.S: Sebuah bahan pembelajaran juga bagi penulis yang masih terlalu banyak kekurangannya

No comments:

Post a Comment